
PIKIRAN RAKYAT BMR
— Perselisihan terkait area pengeboran emas berizin Usaha Pertambangan Operasi Produksi sedang berlangsung
IUP OP yang dimiliki oleh Koperasi Produsen Perintis di desa Tanoyan, kecamatan Lolayan, kabupaten Bolaang Mongondow, kembali menjadi sorotan.
Ternyata, para penambang lokal yang telah lama mengeksploitasi dan memegang hak legal terhadap tanah tersebut mengklaim bahwa mereka sudah mulai menerima tekanan sampai dengan ancaman.
Ancaman tersebut berasal dari kelompok yang berkeinginan untuk merebut pengelolaan tambang di area KUD Tanoyan.
Eko Jachson Maichel Tuppang, seorang wiraswasta dari area pertambangan itu, mengungkapkan telah mendapatkan informasi bahwasannya para karyawannya menjadi sasarannya ancaman.
Tindakan pengancaman berasal dari individu-individu tertentu yang menyatakan diri mereka memiliki otoritas di tempat tersebut.
“Berarti karyawan saya diintimidasi. Sementara itu, saya memiliki izin resmi hingga tahun 2030,” katanya ketika ditemui oleh Tribunmanado.com pada hari Jumat, 27 Juni 2029.
Dia menyebut bahwa pihak tersebut berkedok sebagai perwira tinggi TNI AL.
Malahan, terdapat informasi bahwa sebagian pasukan militer akan dikerahkan untuk membersihkan area tersebut.
” Ini sungguh mencurigakan. Mengapa masalah penambangan perlu diatasi dengan ancaman militer? ” katanya.
Klaim Eko semakin menguatkan keraguan publik yang menyatakan bahwa perselisihan tanah tersebut bukan sekadar tentang hak milik.
Namun, hal ini telah berkembangan menjadi penyelewengan kekuasaan, serta perilaku yang mungkin menyalahi undang-undang dan hak asasi manusia.
Komunitas lokal, di mana mayoritasnya merupakan pekerja tambang kecil, pun mengungkapkan pandangan serupa.
Mereka merasa didiskriminasi dalam wilayah yang selama ini mereka kelola, kini justru diusir dan dituduh ilegal.
Sebenarnya belum ada RKAB yang telah disetujui menjadi prasyarat resmi untuk pengoperasian tambang tersebut.
“Mengapa kita yang memiliki bukti kepemilikan tanah malah dianggap sebagai pelaku ilegal dan menghadapiancara ancaman proses hukum? Hal ini sungguh tidak masuk akal,” kata seorang penambang tersebut.
Para penambang di area KUD Perintis Tanoyan bahkan menyebut bahwa beberapa individu yang tiba di lokasi tambangan memperbawa WNA asal Cina.
“Sebelumnya ada warga negara Cina asing yang dibawa ke tempat tersebut. Kami juga dikeluarkan,” katanya.
Penambang juga mengharapkan agar Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Mayjen TNI (Purn) Yulius Selvanus dapat ikut campur tangan dalam hal ini.
Mereka mengharapkan agar Gubernur Sulut dapat mengundang semua pihak yang terlibat untuk bertemu.
Termasuk KUD Perintis, petugas berwenang, pemodal, serta wakil dari masyarakat lokal yang melakukan penambangan di area itu.
Ini bertujuan untuk menemukan solusi yang adil dan damai.
Di samping itu, mereka menginginkan adanya penilaian menyeluruh terkait IUP OP Koperasi.
Khususnya mengenai izin RKAB serta pemakaian peralatan berat, dia memberi instruksi untuk mengakhiri segala jenis ancaman, kriminalisasi, dan kekerasan terhadap warga penambang lokal dalam area tambang Tanoyan.
Bukan hanya itu, tetapi masyarakat juga mengharapkan agar pemerintah provinsi maupun pusat turut serta aktif dalam mencari penyelesaian konflik ini melalui jalur hukum dan keadilan sosial.
“Jangan biarkan rakyat kesal. Jangan sampai lahan mereka digunakan sebagai tempat pertarungan kekuatan dan akhirnya para penambang menjadi korban dari ketidaktegakan,” tegasnya.
Saat yang sama, mengenai adanya warga negara China asing di area tambang KUD Perintis Lolayan, Kepala Kantor Imigrasi (Kakanim) Kotamobagu Harapan Nasution menyatakan bahwa pihaknya akan segera memeriksa hal tersebut.
“Terima kasih atas infonya. Sudah saya instruksikan kepada tim untuk mengecek langsung di lokasi,” tegasnya.