
TEHERAN – Wakil Koordinator Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Irjen Ali Fazli mengonfirmasi pada hari Kamis bahwa Iran sudah jauh-jauh hari bersiap untuk kemungkinan benturan dengan para lawannya. Ia menjelaskan bahwa misil-misol yang dikerahkan dalam serangan terhadap Israel selama 12 hari di bulan Juni tahun ini hanyalah bagian kecil saja dari persenjataan yang dimiliki negara tersebut.
Dalam suatu pernyataan, Fazli menyebutkan bahwa rudal “Sejjil” membuat “Israel” terkejut dalam masa konflik. Dia juga menjelaskan bahwa penggunaan kemampuan rudal milik Iran saat itu belum mencapai lebih dari 25 persen dari daya tampung maksimalnya.
“Saat ini kita menempati posisi terbaik dalam kurun waktu 45 tahun belakangan, dan hingga sekarang pintu menuju kota peluru kendali manapun masih tertutup,” ujar Fazli seperti dikabarkan.
Almayadeen
.
Ia juga menegaskan bahwa keputusan militer Iran dibuat berdasar perencanaan yang matang dalam jangka panjang, bukan sekadar respons instan, serta menyampaikan bahwa pasukan Israel fokus melakukan serangan kepada instalasi-instalasi keamanan di hari terakhir konflik.
Terkait senjata nuklir, Fazli menekankan bahwa Iran memang menguasai aspek teknis dalam bidang tersebut. Namun demikian, sesuai dengan prinsip ideologinya, Iran tidak berniat untuk memiliki ataupun menggunakan senjata semacam itu.
Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Majid Takht-Ravanchi, menyatakan pada hari Kamis bahwa Republik Islam akan terus melakukan pengayaan uranium sejalan dengan permintaan domestiknya, memberikan sinyal bahwa Tehran bertahan dalam upayanya di bidang nuklir walaupun mendapat tekanan dari Amerika Serikat dan Israel yang telah menyerang fasilitas-fasilitas nuklir milik negara tersebut.
“Iran tidak memiliki rencana untuk memberikan respons tambahan kepada Amerika Serikat pasca-serangan terhadap program nuklirnya, selama AS tidak melakukan langkah agresif baru,” ujar Takht-Ravanchi.
Ia menegaskan bahwa Iran masih membuka diri untuk dialog namun mensyaratkan agar negosiasi mendatang didasari oleh jaminan yang dapat dipercaya dari Amerika Serikat. “AS harus memberikan keyakinan kepada kami bahwa mereka tidak akan menggunakan ancaman kekuatan militer sepanjang proses pembicaraan berlangsung. Inilah persyaratan pokok bagi pimpinan kami dalam mempertimbangkan rangkaian pembicaraan lebih lanjut,” ucapnya pula.